Sabtu, 28 November 2009


“ MENGAPA WAJIB BERPUASA?”


Oleh: A. Jazuli (Anak Muda yang Sedang Bermetamorfosis)





Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang (yang hidup) sebelum kamu, supauya kamu bertaqwa. (Al Baqrah 2: 183)

Pada dasarnya, asumsi kewajiban beribadah dalam agama adalah untuk kepentingan manusia itu sendiri. Dengan kata lain, apa-apa yang telah disyariatkan oleh agama guna untuk kemaslahatan umat itu sendiri disamping untuk keagungan Tuhan. Barangkali hal ini sesuai dengan istilah Humanisme Teosentrik Islam, yaitu Islam sebagai agama yang memusatkan dirinya pada keimanan kepada Allah dan mengarahkan perjuangannya untuk kemuliaan peradaban manusia.

Agama sesungguhnya bagi kehidupan takubahnya sebuah mistar. Dalam hal ini sebagai contoh, kita akan membuat garis lurus pada selembar kertas dengan cara menuliskan dengan tangan kita sendiri tanpa alat bantu apapun, dapat dipastikan bahwa garis tersebut tidak akan sepenuhnya lurus, bisa saja bengkok ke kanan ataupun kekiri bahkan bisa saja sangat bengkok. Hal ini menunjukkan bahwa hanya dengan tangan hampa tidaklah cukup untuk menghasilkan garis lurus, sehingga ia memerlukan alat bantu yaitu mistar dalam hal adalah agama hingga akhirnya kebengkokakan-kebengkokan itu akan lurus. Jadi dalam hal ini agama tidak akan kehilangan elan vitalnya, yaitu untuk kemaslahatan umat manusia di dunia dan di akhirat (lishalah an-nas fi ad-dunya wa falahim fi al-akhirah).


Puasa


Dalam bahasa indonesia, kata puasa berasal dari bahasa Sanskerta upawasa. Dalam Al-Quran puasa disebut denga shaum atau shiyam yang berarti menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu atau mengendalikan diri. Secara etimologi, puasa berarti menahan, baik menahan makan, minum, bicara dan perbuatan. Sedangkan secara terminologi, puasa adalah menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan disertai niat berpuasa. Sebagian ulama mendefinisikan, puasa adalah menahan nafsu dua anggota badan, perut dan alat kelamin sehari penuh, sejak terbitnya fajar kedua sampai terbenamnya matahari dengan memakai niat tertentu.

Puasa yang merupakan rukun islam ini telah disyariatkan oleh Allah sejak dahulu kala bagi kaum muslimin iseluruh dunia. Puasa dalam waktu pelaksanaannya berbeda-beda. Sebagian orang berpuasa sunat, senin-kamis, puasa Nabi Daud, puasa Arafah atau puasa di hari-hari istimewa lainnya. Sebagian ada yang berpuasa setiap hari, selain hari diharamkannya puasa. Gunanya adalah untuk mendapatkan pahala. Namun dari beberapa puasa di atas, puasa di bulan suci Romadhan merupakan sebuah obligatory yang individualistik bagi seluruh umat Islam di dunia yang sudah memenuhi syarat dan rukunnya. Puasa di bulan suci ini menjadi sebuah fenomena religius yang mengagumkan dan mengesankan dengan berbagai hikmah dan signifikansi yang dibawanya.

Seperti yang telah dipaparkan seebelumnya, bahwa kewajiban beribadah (dalam hal ini puasa) selain demi keagungan Tuhan, ia merupakan sebuah media perbaikan bagi seluruh umat muslim di dunia untuk mencapai sifat fitri seperti yang telah terlantun pada saat manusia (Bani Adam) belum bertengger di muka bumi ini, dimana ikrar primordial dengan sang Khalik menggema di alam ruh sana, (QS al-A’raf 7 : 172).

Untuk lebih jelasnya mengenai puasa, dibawah ini ada beberapa signifikansi-signifikansi puasa yang ditinjau dari beberapa sudut pandang.


Fasting for Spritual (Puasa bagi Jiwa)


Diktum Al-Qur’an pada surat Al-Baqarah ayat 183 bahwasanya diwajibkannya puasa adalah supaya kamu bertaqwa. Bertalian erat dengan ini H.A. Salim mendefinisikan bahwa taqwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan perbuatan-perbuatan baik dan benar, pantang berbuat salah dan melakukan kejahatan terhadap orang lain, (diri sendiri) dan lingkungannya.

Orientasi puasa tersebut bertujuan agar manusia bisa mendekatkan diri kepada Allah (taqarruban ilallah) dengan sedekat-dekatnya sehingga terjadi progress atau penigkatan kualitas diri. Dalam hal ini puasa sebagai ritus formal agama, menjadi sebuah media penyucian diri, penigkatan kualitas spritual, dan pembinaan moral. Selama berpuasa, kaum Muslimin harus menjaga diri dari segala hal yang dapat mengotori kesucian jiwa-raga. Di sini, keikhlasan dalam beribadah sangat berperan penting dan menjadi katakuci yang utama. Jadi secara fundamental, puasa itu bertalian erat dengan kejujuran diri dalam kerangka loyalitas kepada Allah yang selalu mengaawsinya.

Dalam intensitas tersebut, terdapat hubungan vertikal antara manusia dengan Allah SWT yang akhirnya akan memperkokoh keimanan, keislaman, ketaqwaan seseorang serta mampu menambah pengayaan dan pencerahan bagi jiwa (Spritual enrichment and enlightment).


Fasting for Social (Puasa bagi Sosial)


Menilik dan memperhatikan signifikansi ibadah puasa seperti yang telah di paparkan di atas, selain berorientasi pada takwa, maka sesungguhnya puasa memiliki cakupan makna yang luas. Dalam makna terbatas, masalah takwa itu bisa selesai dipahami dengan; kesalehan individu seorang muslim dengan selalu melaksanakan apa yang di perintahkan Allah serta menjahui larangan-Nya.

Kaitannya dengan sosial (social horizontal) puasa juga memiliki elan vital tersendiri dalam upaya membentuk dan mewujudkan kemaslahatan umum bagi kepentingan umat manusia, sesuai dengan istilah yang telah disubutkan sebelumnya, Humanisme Teosentrik Islam.

Signifikansi sosial tersebut, sangat terlihat sekali tidak adanya perbedaan antara individu satu dengan individu lainnya, baik si kaya atau si miskin sama mempunyai kewajiban untuk berpuasa. Sehingga tidak ada stratifikasi-stratifikasi yang saling merugikan serta akan tercipta rasa solidaritas yang tinggi.


Fasting for Health.


Pada dasarnya kesehatan merupakan bagian dari jutaan nikmat yang Allah berikan kepada manusia. Mengenai kesehatan tak ada definisi yang cukup jelas apa kesehatan yang sebenarnya, dikarenakan hal ini merupakan kondisi subyektif seseorang, sehingga sangat memungkinkan setiap individu mempunyai definisi tersendiri tentang kesehatan yang dimaksud. Namun sekalipun demikian, tidak berarti bahwa kesehatan tak terdefinisikan.

Ada statement menarik yang pernah diungkapkan Mustamir, S.Kd mengenai kesehatan.Diharapkan pengertian ini menjadi tolak ukur bagi kita untuk sedikit banyak memahami makna kesehatan dan hubungannya dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Menurutnya, kesehatan adalah pengalaman kesejahteraan yang timbul dari perasaan terhubung dengan Sumber Kehidupan (Allah) yang termanifestasikan dengan adanya keseimbangan dinamis yang melibatkan aspek fisik-psikologi seseorang di dalam melakukan interaksi dengan dirinya sendiri, lngkungan dan sosialnya. Yang menjadi pertanyaan bagi kita sekarang adalah, bagaimana kaitannya ibadah formal agama dengan kesehatan? Bagaimana pengaruh puasa terhadap kesehatan? Apakah perut kosong mengancam kesehatan atau sebaliknya?

Pada dasarnya, ibadah formal agama yang dilakukan dengan ikhlas dan penuh penghayatan akan berpengaruh terhadap psikologis serta fisik. Perasaan ikhlas tersebut lebih jauh membawa efek positif terhadap emosi. Emosi yang tenang akan berpengaruh pada sistem limbik (susunan saraf pusat yang menjadi pusat emosi). Sistem limbik ini akan mengatur sekresi hormon-hormon tertentu dan hormon-hormon ini akan mengatur tubuh untuk meningkatkan kekebalan tubuh (imun).

Kaitannya dengan puasa, puasa sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani. Pengaruh mekanisme puasa terhadap kesehatan jasmani meliputi berbagai aspek kesehatan, diantaranya yaitu :

1) Memberikan kesempatan istirahat kepada alat pencernaan,
Pada hari-hari ketika tidak sedang berpuasa, alat pencernaan di dalam tubuh bekerja keras, oleh karena itu sudah sepantasnya alat pencernaan diberi istirahat.

2) Membersihkan tubuh dari racun dan kotoran (detoksifikasi). Dengan puasa, berarti membatasi kalori yang masuk dalam tubuh kita sehingga menghasilkan enzim antioksidan yang dapat membersihkan zat-zat yang bersifat racun dan karsinogen dan mengeluarkannya dari dalam tubuh.

3) Menambah jumlah sel darah putih. Sel darah putih berfungsi untuk menangkal serangan penyakit sehingga dengan penambahan sel darah putih secara otomatis dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

4) Menyeimbangkan kadar asam dan basa dalam tubuh,

5) Memperbaiki fungsi hormon, meremajakan sel-sel tubuh,

6) Meningkatkan fungsi organ tubuh.

Semoga amal iabadah puasa kita senantiasa diterima oleh Allah SWT. Amin.

Mahasiswa IKIP Budi Utomo Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar